Ada kejadian di pagi hari.
Dimana kejadian ini rasanya betul-betul mengajarkanku apa itu arti dari "marah karena sayang."
Seorang tholibah pagi itu mengundurkan diri dari program yang sedang ku jalankan. Aku yang terlalu terburu-buru memaksakan kultur yang selama ini dibangun di yayasan kepada murid yang baru 3 minggu belajar.
Sontak ada jawaban yang cukup membuat hati ini menangis, kemudian memuhasabah diri, "Apa aku pernah berbuat demikian kepada guruku? Dosa apa yang Aku buat sampai murid ku demikian? Karena pasti ada yabg salah dari diriku."
وما أصابكم من مصيبة فبما كسبت أيديكم
"Tidaklah sebuah musibah itu datang kepada kita, melainkan itu akibat kesalahan kita sendiri."
Aku lupa bahwa,
"Merubah pola itu butuh waktu."
Kita hidup puluhan tahun dengan pola yang salah, lalu kita begitu tergesa-gesa memaksakan perubahan dalam waktu satu dua tahun? Jelas itu tidak adil.
"Pelan-pelan, Dev.". Bisikku pada diri sendiri pagi itu.
Ingin marah?
Aku hanya manusia biasa dan sedang melatih diri untuk merubah pola-pola yang salah.
Jelas sekali, secara natural sudah tersusun di kepala ku, dalil-dalil yang menunjukan bahwa apa yang dilakukan nya itu sebuah kesalahan.
Tapi..
Sekali lagi, aku teringat pesan ustadzuna - hafidzahullahu-,
"Kita itu pendidik, perhatikan marah kita. Apakah marah kita bertujuan mendidik mereka, atau marah kita karena emosi?"
Ya Allaah..
انك تعلم ما لا أعلم، وانك انت علام الغيوب..
Perlahan, ku kubur kata-kata yang mengarah pada jawaban yang akan memicu perdebatan. Perdebatan yang tujuan nya hanya 'menang' yang semu.
Ini bukan saat nya berkata-kata.
Ini saat nya beristighfar.
Ini saat nya pelajaran sabar di mulai.
Ya Allaah..
"Mampukan hamba, mampukan hamba."
Lagi,
Agama kita mengajarkan.
"ادفع بالتي هي أحسن"
"Balaslah dengan balasan yang lebih baik."
Bukan sekedar baik, tapi lebih baik.
Ya Allaah..
Ini peer kita.
Peer kita masih banyak. Ada banyak pola yang perlu kita rubah setelah taufik dan bantuan Allah.
Imam Ibnu Munkadir mengatakan :
جاهدت نفسي أربعين سنة حتى استقامت ،وما زالت أجاهدها ولم تستقم بعد أربعين سنة
" Aku berupaa mendidik diriku 40 tahun sampai ia konsisten, dan itu belum betul-betul konsisten bahkan setelah 40 tahun."
Allah..
Itu Imam Qurro, 40 tahun itu belum cukup untuk mendidik diri.
Kapan lagi, kalo gak kita mulai untuk mendidik diri. Kapan lagi, kalo bukan saat ini untuk belajar mendidik hawa nafsu kita.
إن النفس لأمارة بالسوء..
Semoga Allah bantu kita.
Semoga Allah tolong.
اللهم سلم سلم..
Komentar
Posting Komentar